
Etika berbisnis seringkali dilupakan oleh pengusaha ketika pilihan antara profit dan etika tertera di depan mata. Hal ini merupakan hal yang cukup umum dan dapat dikatakan sering terjadi. Tindakan yang mengabaikan etika ini juga sering sekali dilakukan oleh perusahaan raksasa. Bentuk dari pelanggaran ini tidak hanya terbatas di dalam administratif seperti perpajakan melainkan juga secara operasional.
Salah satu contoh industri besar yang mengabaikan etika berbisnis terdapat di di industri sawit. Dilansir dari BBC, ternyata banyak perusahaan sawit yang mengabaikan kewajiban hukumnya. Pelanggaran ini akhirnya mengakibatkan kerugian besar bagi warga sekitar yang berharap untuk mendapatkan imbalan dari hasil kerja mereka.
Tentunya, contoh pelanggaran etika lainnya yang sering dilakukan perusahaan adalah penindasan dan pelanggaran kontrak. Salah satu contoh yang paling sering beredar di berita dan sosial media adalah perlakuan perusahaan raksasa terhadap pekerjanya.
Apa itu Etika Berbisnis?
Etika berbisnis sendiri dapat diartikan sebagai aturan atau pedoman menjalankan usaha yang memastikan agar tindakan usaha bertanggung jawab, adil, dan sehat. Bagi pengusaha dan di dunia usaha yang dijaga oleh hukum, etika berbisnis sendiri memiliki banyak manfaatnya jika diikuti. Salah satunya adalah reputasi usaha yang baik.
Di lansir dari Investopedia, bahwa asal muasal konsep etika berbisnis ini beranjak dari tahun 1960-an. Pada tahun-tahun tersebut, masyarakat dunia mulai menunjukkan kecendrungan pada kesadaran sosial. Banyak isu terkait pelestarian alam, kesejahteraan sosial maupun tanggung jawab perusahaan diangkat. Sayangnya penerapan konsep ini masih belum benar-benar terlaksana di setiap usaha.
Dari hasil survey Ethics & Compliance Initiative (ECI) yang ditulis oleh Investopedia, masih banyak karyawan perusahaan yang menjadi korban pelanggaran perusahaan. Diantaranya adalah adanya tekanan ke karyawan untuk tidak melaporkan tindakan pelanggaran yang terjadi di perusahaan ke pihak yang berwenang. Biasanya pelanggaran ini diikuti dengan konsekuensi bagi karyawan. Oleh karena itu, karyawan menjadi enggan untuk melaporkan. ECI merekomendasikan agar perusahaan terus memperhatikan dan merubah kultur perusahaan menjadi lebih sehat.
Konsekuensi dari Kelalaian
Di zaman kini dimana kehidupan sosial bergantung pada teknologi dan sosial media, tindakan yang tidak etis dapat dengan mudah tersebar. Pasalnya di generasi masa kini masyarakat sangat menjujung tinggi nilai keadilan dan kebebasan berekspresi. Maka dari itu, apabila perusahaan bertindak tidak adil maka akan mudah bagi karyawan untuk menceritakan kondisi yang terjadi kepadanya melalui sosial media. Reputasi perusahaan yang buruk dapat berakibat pada kecendrungan masyarakat untuk memboikot produk atau layanan yang disediakan.
Tidak hanya itu, apabila reputasi perusahaan buruk dan dianggap tidak beretika maka perusahaan juga akan sulit mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas. Tenaga kerja yang memiliki kemampuan handal tentunya akan diperebutkan oleh berbagai perusahaan. Tentunya, perusahaan yang memiliki reputasi buruk diantara karyawan tidak akan diminati. Sumber daya manusia yang buruk dapat mengakibatkan terpuruknya perusahaan dikemudian hari.
Maka dari itu, pengusaha harus tetap mementingkan etika berbisnis sekalipun perusahaan sudah maju. Penting untuk diingat bahwa perusahaan yang sudah besar juga tidak dapat luput dari masalah apabila diketahui berbuat tindakan pelanggaran. Sudah banyak pengusaha terkemuka atau perusahaan yang akhirnya tumbang dikarenakan praktik yang tidak etis. Bagi pengusaha baru, pastikan bahwa budaya perusahaan dibangun dengan hati-hati.
Untuk memulai usaha baru, menyewa virtual office atau serviced office, segera kunjungi https://meso.co.id/local_company/ atau menghubungi 021-2789-9919 atau melalui WhatsApp 0812-1315-4189.